Bekantan (Nasalis larvatus) salah satu satwa yang menjadi primadona di Provinsi Kalimantan Selatan. Foto /Dok BLSDA Kalsel |
POS SINDO.COM, Ragam– Kalimantan sebuah pulau besar yang ada di Indonesia dengan lima bagian wilayah provinsi. Terkenal hutan hujan tropis serta kaya akan ragam jenis flora fauna yang hidup dan tinggal di dalamnya tak terkecuali bekantan.
Primata dengan nama ilmiah Nasalis larvatus berwarna cokelat kemerah-merahan dan memiliki hidung mancung tersebut merupakan salah satu hewan endemik dan banyak tersebar di pulau tersebut salah satunya di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Tingkat populasinya kini kian terus bertambah. Hal ini tentu menjadi catatan positif dalam menjaga dan melestarikan satwa-satwa liar dilindungi di Indonesia.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Dalam peraturan tersebut, bekantan merupakan spesies dilindungi dan dilarang untuk dilukai, dibunuh, diperjualbelikan. Apabila terjadi pelanggaran, maka pelakunya dikenakan hukuman berupa penjara maksimal lima tahun kurungan, dan denda maksimal Rp100 juta.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel Mahrus Aryadi menjelaskan, bahwa secara keseluruhan populasi bekantan di Kalsel yang tersebar dari 10 kabupaten terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan data sebaran hasil inventarisasi sementara BKSDA daerah setempat selama lima tahun terakhir mencatat sejak 2017-2021, yaitu sebanyak 2.424 ekor dan meningkat populasinya berjumlah menjadi 3483 ekor.
“Bertambahnya populasi bekantan dikarenakan tingkat terjadinya konflik di daerah Kalsel relatif jauh lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Seperti Sumatera yang masih sering terjadi konflik,” ucap Mahrus saat dihubungi melalui via telepon, Rabu (22/2/2023) tadi.
Kendati begitu, Mahrus tidak menampik apabila konflik antara satwa dengan masyarakat juga pernah terjadi. Salah satu penyebabnya adalah alih fungsi lahan habitat juga sempat terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Sebagai upaya mencegah terjadinya konflik BKSDA setempat menyediakan pelayanan pengaduan untuk masyarakat. Cara tersebut merupakan alternatif dalam melakukan penanganan satwa agar tidak terjadi kepunahan.
“Kita juga telah membuat pusat pengaduan call center dan ada whatsapp grup apabila terjadi konflik satwa. Baik untuk tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten yang dinilai mempunyai konflik cukup tinggi, seperti yang ada di Kabupaten Tanah Laut yaitu buaya dan beruang madu,” ujar Mahrus
Berdasarkan infografis layanan pengaduan BKSDA Kalsel di 2022, tingkat terjadinya konflik bekantan dengan satwa lainnya seperti monyet ekor panjang jauh lebih rendah.
Mahrus menjelaskan, dari jumlah satwa yang mengalami konflik itu diantaranya seperti bekantan, monyet ekor panjang, buaya muara, beruang madu, berang-berang, musang, elang, ular, dan trenggiling. Secara keseluruhan tercatat sebanyak 156 kejadian konflik satwa dengan masyarakat.
Untuk konflik bekantan yang ada di Kalsel dikatakannya kerap terjadi di dua kabupaten, yakni Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Barito Kuala. Sementara lagi lainnya ada di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru yang justru konfik serupa terjadi pada bekantan dan buaya.
“Jadi kalau yang beruang madu itu yang sering terjadi konflik di Kabupaten Banjar. Hampir rata-rata akibat terjadinya alih fungsi lahan yang sebelumnya tempat habitat makannya cukup dan kini telah berkurang,” tukasnya.
Upaya Pelestarian BKSDA Kalsel
Dalam melakukan penanganan apabila terjadi konflik BKSDA Kalsel menyediakan kandang transit untuk para satwa. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kembali tingkat kepercayaan diri para satwa sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
“Apabila ditemukan sebuah konflik kita segera melakukan pengamanan satwa untuk dikarantina. Jadi kita amankan dan sehatkan dulu, apabila memang itu membahayakan seperti sakit parah baru kita titipkan di lembaga konservasi, baik itu di Kalsel maupun diluar daerah lainnya,” terang Mahrus.
Gerombolan bekantan yang ada di habitat aslinya. Foto/ Dok BKSDA Kalsel
Dirinya juga mengimbau kepada masyarakat, jika menemukan salah satu satwa yang dilindungi masuk ke perkampungan warga diharapkan untuk segera melaporkan kepada BKSDA setempat, tidak untuk dipelihara atau dijual belikan.
Menurut Mahrus, kehidupan di dunia ini perlu ada keharmonisan sesama antara manusia dan hewan ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk sempurna manusia sudah seharusnya bisa saling berbagi ruang dengan satwa dan tumbuhan yang sejatinya merupakan habitat para satwa.
“Konflik bisa terjadi jika sifat serakah manusia masih ada, khususnya terhadap satwa yang hidup di alam bebas. Untuk itu agar tetap terjadi keseimbangan alam harus ada rasa peduli menjaga dan melestarikan,” tegasnya. (Arief Suseno)
Editor : Dedy