Aksi Damai Masyarakat Adat Kalteng. Minta Evaluasi Etik Hakim dan Pengakuan Hukum Adat

Sejumlah Masa dalam aksi damai di depan Kantor Pengadilan Tinggi merespon putusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit dalam perkara perdata No. 36/Pdt.G/2024/PN/Spt yang dianggap mencederai nilai-nilai hukum adat Dayak pada Rabu (14/5/2025) Palangka Raya pada Rabu. Foto/Gede

POSSINDO.COM, PALANGKA RAYA – Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kalimantan Tengah menggelar aksi damai di depan Kantor Pengadilan Tinggi Palangka Raya pada Rabu (14/5/2025). Aksi ini merupakan respons terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit dalam perkara perdata No. 36/Pdt.G/2024/PN/Spt yang dianggap mencederai nilai-nilai hukum adat Dayak.

Para massa menyuarakan tiga tuntutan utama. yakni mendesak Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya dan Hakim Pengawas Bidang untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Hakim PN Sampit. Karena dinilai ultra petita karena menyatakan bahwa keputusan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Kecamatan Tualan Hulu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Selanjutnya menuntut agar Ketua Pengadilan Tinggi mengeluarkan pernyataan tertulis berisi permintaan maaf kepada masyarakat adat Dayak se-Kalimantan Tengah, serta jaminan agar pelanggaran terhadap hukum adat tidak terulang.

Dan tuntutan ketiga mendesak pada Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah agar menggelar sidang adat “Basara Hai” guna mengadili pihak-pihak yang dianggap melanggar hukum adat, termasuk hakim dan pihak-pihak yang tidak menghormati keputusan damang.

Dikatakan Yanto Eko Saputra selaku Perwakilan massa aksi sekaligus tergugat 1 jika tuntutan mereka telah disampaikan secara resmi kepada DAD Provinsi Kalimantan Tengah. Pihaknya berharap DAD segera memproses secara kelembagaan dan melihat pelanggaran terhadap adat yang terjadi.

"Bahwa proses hukum terhadap putusan PN Sampit akan dilanjutkan melalui jalur banding ke Pengadilan Tinggi. Kami sudah sampaikan memori banding dan berharap keputusan yang adil bisa dihasilkan oleh Pengadilan Tinggi. Kita tegaskan bahwa masyarakat adat akan terus memperjuangkan keadilan bagi hukum adat mereka," ungkap Yanto.

Sementara itu Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya, Muhammad Damis, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima pemberitahuan aksi sejak 9 Mei 2025. Dirinya mengaku telah meminta klarifikasi dari PN Sampit, namun masih belum mendapat balasan.

“Putusan lembaga adat tetap dapat diakui secara hukum selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum,” ungkap Damis.

Dikatakan dirinya bahwa perkara yang dipermasalahkan saat ini dalam proses banding, dan semua bukti serta fakta akan diperiksa ulang secara objektif. Ia menegaskan bahwa aspirasi masyarakat adat masih bisa disampaikan melalui memori banding dan akan dipertimbangkan dalam proses persidangan.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pengakuan terhadap hukum adat sebagaimana dijamin Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

Pengadilan Tinggi, kata Damis, menjamin bahwa proses banding akan berlangsung objektif dan transparan. Ia juga mengajak masyarakat adat untuk tetap mempercayakan proses hukum kepada lembaga peradilan. (Gede)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال