POSSINDO.COM, Palangka Raya, — Aktivis hak asasi manusia dan
mahasiswa kembali menggelar Aksi Kamisan Kalimantan Tengah ke-72 di Taman Tugu
Soekarno, tepat di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis sore
(17/7/2025). Aksi yang dimulai pukul 16.00 WIB ini bertepatan dengan peringatan
Hari Keadilan Internasional, mengusung tema "Suara untuk Keadilan".
Amien Nudin, salah satu orator utama dalam aksi tersebut,
menyoroti sejumlah pelanggaran HAM yang belum diselesaikan negara, baik di masa
lalu maupun masa kini. Ia secara khusus mengkritisi isi Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah dibahas di DPR RI karena
dianggap membahayakan hak-hak sipil.
“Kami menolak RKUHAP karena isinya penuh pasal-pasal yang
membungkam masyarakat. Kenapa tidak melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan
masyarakat adat dalam penyusunannya?” ujar Amien.
Ia juga menyampaikan bahwa di Kalimantan Tengah masih banyak
pelanggaran HAM yang belum ditangani, seperti perampasan lahan oleh korporasi,
pencemaran sumber mata air, dan intimidasi terhadap masyarakat adat. Bahkan,
disebutkan ada kasus penembakan oleh aparat yang hanya dijatuhi hukuman ringan,
mencerminkan ketimpangan dalam penegakan hukum.
Dalam orasinya, Amien mengecam lemahnya sikap pemerintah
daerah yang dinilai membiarkan pelanggaran terus terjadi, serta adanya dugaan
manipulasi data oleh pejabat dan perusahaan. Ia juga mengkritik program
transmigrasi yang dianggap sebagai bentuk kolonisasi baru terhadap wilayah
masyarakat adat di Kalimantan.
“Air yang dulu jernih kini tercemar. Tanah masyarakat
direbut. Pemerintah hanya diam. Ini bukan demokrasi, ini penindasan yang
disamarkan,” tegasnya.
Aksi Kamisan ke-72 di Palangka Raya juga menyampaikan tiga
tuntutan utama kepada pemerintah dan legislatif:
* Menuntut peran aktif hakim komisaris dalam menjamin proses
hukum yang adil, transparan, dan akuntabel.
* Menuntut penguatan koordinasi antara jaksa dan penyidik,
agar proses penegakan hukum berjalan efisien dan tidak tumpang tindih.
* Menuntut perlindungan hak asasi manusia serta jaminan
hak-hak korban sebagai syarat mutlak sebelum RKUHAP disahkan menjadi
undang-undang.
Aksi ini juga merupakan bagian dari gerakan nasional yang
digelar serentak di berbagai kota, termasuk Jakarta, sebagai bentuk solidaritas
terhadap korban pelanggaran HAM dan penolakan terhadap produk legislasi yang
tidak berpihak pada keadilan.
Poster yang dibentangkan peserta aksi menyuarakan pesan tegas: "Hidup Korban! Jangan Diam! Lawan!"