![]() |
Penampakan Kerusakaan Hutan di Kalteng dalam beberapa tahun terakhir. Foto/ Walhi. |
Hutan Kalimantan bukan sekadar bentangan pepohonan yang menjulang tinggi. Ia adalah paru-paru dunia, yang setiap saat bekerja diam-diam menyerap karbon dioksida, lalu menghadiahkan oksigen segar bagi manusia dan seluruh makhluk hidup. Lebih dari itu, hutan ini menjadi penyangga iklim global dan lokal, meredam ganasnya badai, menahan banjir, menyimpan air, hingga menjadi panggung megah bagi jutaan spesies flora dan fauna — serta memberi napas penghidupan bagi masyarakat adat dan penduduk sekitar.
Namun di balik rindangnya kanopi hijau, ancaman terus mengintai. Alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan batubara, hingga kebakaran hutan perlahan merampas ruang hidup ekosistem Kalimantan.
Khususnya di Kalimantan Tengah, data menunjukkan lebih dari 1,6 juta hektar wilayah telah dikuasai pertambangan batubara, tersebar di 179 perusahaan sepanjang 2023. Ironisnya, hampir ±90% konsesi tambang itu berada di Kabupaten yang dilintasi DAS Barito — sungai besar yang dulu dikenal sebagai urat nadi kehidupan masyarakat Kalteng. Kini, kawasan itu malah dipromosikan menjadi “koridor emas industri ekstraktif”.
“Kita khawatir, jika terlalu rakus mengejar tambang, Barito hanya akan menjadi sungai mati, penuh sedimentasi dan racun. Ini soal masa depan anak-cucu kita,”
Meski tantangannya besar, harapan tak boleh padam. Banyak hal yang sebenarnya dapat dirintis agar Kalteng tetap hijau, sejuk, sekaligus makmur diantarany :
1. Penguatan kawasan konservasi & reforestasi berbasis masyarakat.
Beri ruang bagi hutan adat untuk dikelola oleh komunitas lokal. Hutan lestari tidak hanya menyimpan karbon, tetapi juga sumber air, hingga wisata alam yang menyejahterakan.
Masyarakat Dayak sejak lama hidup berdampingan dengan hutan, mempraktikkan sistem ladang bergilir, memetik hasil hutan tanpa merusak. Dengan dukungan legalitas kawasan hutan adat, mereka bisa menjadi penjaga terbaik tutupan hutan.
2. Peningkatan tata kelola industri ekstraktif
Jika tambang tidak bisa dihindari sepenuhnya, setidaknya “persulit perizinan” diawasi dengan ketat, dengan reklamasi lahan pascatambang, audit lingkungan, dan alokasi dana bagi program restorasi.
Sebagai Penutup, Kalteng bisa tetap menjadi koridor emas, tapi bukan hanya emas batubara — melainkan emas hijau, yang menyejukkan bumi, memperkaya budaya, dan menyiapkan masa depan yang layak bagi generasi setelah kita.
Sumber :
Ungkap Ardy, seorang aktivis lingkungan di Palangka Raya, dikutip dari Kalteng Post.
Global Forest Watch, Periode 1 Januari 2024-31 Mei 2025, Walhi Kalteng.
Greenpeaceid bersama Islamidotco.
Penulis :
Muhammad Abdus Salim ; Seorang aktivis media sosial, pemerhati sosial dan lingkungan di Kalteng.
Tags
Opini