POSSINDO.COM, PALANGKA RAYA – Sejumlah mahasiswa di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Menggugat Prabowo-Gibran (Garda MBG), menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (30/10/2025). Aksi ini merupakan bentuk evaluasi terhadap satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Puluhan peserta aksi terdiri dari kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan mahasiswa se-Kota Palangka Raya dari berbagai Kampus. Mereka membawa berbagai tuntutan mulai dari reformasi institusi kepolisian, evaluasi Badan Gizi Nasional (BGN), hingga penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
Koordinator lapangan aksi, Jales Veva, menegaskan bahwa salah satu tuntutan utama adalah percepatan reformasi Polri yang melibatkan masyarakat sipil dan pakar hukum.
“Kami menuntut janji Presiden Prabowo Subianto untuk segera melaksanakan reformasi Polri secepatnya. Reformasi Polri harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat sipil dan pakar hukum yang ahli di bidangnya,” tegas Jales.
Selain itu, massa juga menyoroti Badan Gizi Nasional (BGN) yang dianggap belum diisi oleh tenaga profesional. Mereka mendesak agar minimal 50 persen jajaran pimpinan BGN diisi oleh ahli gizi, kesehatan masyarakat, dan akademisi.
“Seperti kita ketahui, pimpinan BGN sejauh ini belum diisi oleh pakar-pakar yang ahli di bidang gizi. Kami khawatir ini akan semakin memengaruhi kualitas program makan bergizi gratis, kasus keracunan dari program ini juga sudah banyak terjadi di sejumlah daerah,” ujarnya.
Dalam pernyataannya, Jales menegaskan bahwa purnawirawan TNI/Polri yang kini menduduki jabatan sipil di lembaga seperti BGN dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus dievaluasi.
“Poin tuntutan yang satu ini kami sampaikan karena purnawirawan atau pejabat di TNI/Polri kan tidak sesuai dengan kompetensi di bidang gizi,” katanya.
Selain isu BGN, massa juga menyoroti program cetak sawah nasional di Kalimantan Tengah yang dinilai gagal dan tidak sesuai kondisi geografis.
> “Lahannya tercetak, namun tidak ada pengelolaan ataupun penanaman padi,” tegas Jales.
Menurutnya, saat melakukan peninjauan di Kabupaten Kapuas, ditemukan lahan proyek tanpa pendampingan masyarakat. Padahal, petunjuk teknis program tersebut telah mengatur mengenai pengelolaan dan tindak lanjut pendampingan.
“Ini yang kami tanyakan, apakah pemerintah hanya melakukan pencetakan saja namun tidak melakukan pendampingan-pendampingan ataupun penanggulangan?” tambahnya.
Dalam aksi itu, mahasiswa juga menuntut agar pemerintah menjamin kebebasan pers dan menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis.
“Kami menuntut pemerintah untuk menjamin dan melindungi kebebasan pers di Indonesia serta menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya,” ujar Jales.
Mereka juga menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto serta meminta Presiden Prabowo mencopot Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan merevisi buku sejarah nasional yang dinilai tidak sesuai fakta.
“Kami juga menolak usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional,” tegasnya.
Aksi sempat memanas lantaran pimpinan DPRD tidak kunjung keluar menemui massa. Sebagian peserta membakar ban dan terjadi bentrok kecil dengan aparat sebelum akhirnya pihak Sekretariat DPRD, Diwung, meminta agar massa tetap menyampaikan aspirasi mereka secara tertib.
“Kami di sini mendengarkan aspirasi kalian, sampaikan saja,” ujar Diwung. (Gd)
Tags
Kalimantan Tengah
