Mencoba Bakso Pasundan, Resep Warisan Sunda di Tengah Pasar Patanak

Bakso Pasundan- Bakso daging sapi dengan cita rasa khas masakan Sunda, Jawa Barat yang ada di area Pasar Patanak Pulang Pisau. Foto/Andika

PULANG PISAU- Di tengah riuhnya aktivitas Pasar Patanak, Pulang Pisau, terdapat sebuah kedai sederhana yang telah berdiri kokoh selama puluhan tahun, namanya Bakso Pasundan. Namun, di balik kehangatan semangkuk bakso berkuah gurih, tersimpan kisah panjang tentang perjuangan, cinta, dan warisan budaya yang terus dijaga lintas generasi.

Pemiliknya, Ibu Saibah, adalah perempuan asli Pulang Pisau berusia 59 tahun yang dikenal ramah dan bersahaja. Ia bukan hanya sekadar penjual bakso—beliau adalah penjaga rasa, penerus cita rasa Jawa Barat yang dibawa oleh almarhum suaminya, lelaki berdarah Sunda.

Sejarah Berdirinya Bakso Pasundan

Ibu Saibah Pemilik sekaligus peracik langsung bakso Pasundan, resep khas Sunda. Foto/Andika

"Awalnya kami bukan jualan bakso," kenang Ibu Saibah. "Dulu, kami berjualan nasi di sini, di pasar ini juga. Tapi sekitar tahun 1995, terjadi kebakaran besar yang mengubah segalanya. Setelah itu, kami mulai mengubah jualan dengan mengganti menu kuliner mencari yang mudah namun bisa diterima lidah orang Pulang Pisau."

Dari peristiwa itulah lahir ide untuk menjajakan bakso—namun bukan bakso biasa. Sang suami membawa serta resep khas dari tanah kelahirannya di Jawa Barat, lengkap dengan racikan bumbu otentik yang belum pernah dikenal oleh lidah warga Pulang Pisau saat itu. Maka lahirlah Bakso Pasundan — nama yang diambil dari kata “Pasundan”, merujuk pada asal usul Sunda.

Pelopor Kuliner Bakso Di Pulang Pisau

Bakso Pasundan disebut sebagai bakso legend oleh pelanggannya, karena menjadi salah satu pelopor kuliner Bakso di Pulang Pisau. Foto/Andika

"Nama itu kami pilih sebagai penghormatan pada suami saya. Beliau orang Jawa Barat, dan semua bumbu bakso di sini berasal dari resep beliau," tutur Ibu Saibah, matanya sedikit menerawang seakan mengenang kembali masa-masa awal perjuangan mereka.

Kini, lebih dari dua dekade sejak gerobak pertama mereka didorong masuk ke lorong pasar, Bakso Pasundan telah menjadi ikon kuliner Bakso lokal. Tidak hanya karena kelezatannya yang khas, tetapi juga karena kisah yang mengiringinya. Banyak warga menganggap warung ini sebagai pelopor—bakso generasi pertama di Pulang Pisau—yang membuka jalan bagi usaha sejenis di daerah tersebut.

Menariknya, usaha ini kini dikelola sepenuhnya oleh keluarga. Tidak ada lagi karyawan seperti di masa awal. "Kami memilih jalankan sendiri agar kualitas tetap terjaga. Karena yang paling penting itu menjaga rasa," ujar Ibu Saibah.

Warung yang buka dari pukul 08.00 pagi hingga 17.00 sore ini hanya menyajikan satu menu: bakso sapi khas Pasundan. Tapi dari satu menu itulah, lahir loyalitas pelanggan yang terus bertambah, bahkan melintasi generasi.

Dikelola Keluarga Dengan Harga Terjangkau


Ketika ditanya tentang harapannya, Ibu Saibah menjawab dengan tenang namun penuh keyakinan, "Saya hanya ingin usaha ini tetap hidup sampai anak cucu. Saya ingin mereka tahu, ini bukan sekadar bakso. Ini adalah warisan."

Seporsi bakso Pasundan dihargai Rp18.000—jauh dari harga awal Rp5.000 saat baru berdiri. Namun, pelanggan tak pernah mempermasalahkan harga. Rasa dan konsistensi adalah hal yang mereka cari, dan keduanya tak pernah berubah sejak pertama kali mangkuk disodorkan ke tangan pembeli.


Harapan Bertumbuh


Ia juga menyampaikan harapannya kepada pemerintah agar terus memberikan dukungan nyata bagi pelaku UMKM seperti dirinya—yang tak hanya membangun usaha, tetapi juga menjaga identitas budaya melalui makanan.

Dalam dunia yang serba cepat berubah, kisah Bakso Pasundan adalah pengingat bahwa rasa yang autentik, dedikasi keluarga, dan warisan budaya masih menjadi resep utama dalam meraih hati pelanggan.

Penulis : Andika
Editor : Dedy
Grafis : Rohit

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال