![]() |
| Eko Gilang Ramadhani, bersama kawannya barista Street Kopi Ponikem, di gerobak sederhananya di Jalan Abel Gawei, Rey II, Pulang Pisau. (Foto: Andika/Possindo) |
PULANG PISAU - Di tepi jalan abel Gawei, Rey II Pulang Pisau, aroma kopi menyeruak di antara deru kendaraan di sore hari. Dari sebuah gerobak sederhana bertuliskan Street Kopi Ponikem, terdengar suara mesin penggiling kopi berpadu dengan tawa pelanggan yang duduk lesehan. Tak ada sekat dan kemewahan, hanya suasana hangat dan secangkir kopi yang menyatukan siapa saja yang datang.
Di balik kedai Kopi kaki lima tersebut ada cerita yang menarik, dari seorang pemuda bernama Eko Gilang Ramadhani, pria 22 tahun asal Kapuas yang juga pemilik sekaligus barista Street Kopi Ponikem.
Kepada awak Possindo, Eko bercerita bagaimana Perjalanan awal hadirnya Kopi Ponikem yang bermula dari rasa ingin tahu. Disampaikan Eko, setelah lulus SMA, saat itu dirinya mencoba berbagai usaha, mulai dari berjualan baju hingga membuka jasa titip. Hobi minum kopi perlahan berubah menjadi keingintahuan untuk belajar lebih dalam.
“Saya penikmat kopi, tapi lama-lama penasaran bagaimana cara membuat kopi yang enak. Saat itu saya sempat belajar dari para pemilik kafe, tidak malu bertanya, hingga memahami bahwa kopi bukan sekadar minuman, tetapi juga budaya berbagi dan belajar,” ” ujarnya.
Sebelum menetap di Pulang Pisau, Eko sempat membuka kedai di Palangka Raya. Sayangnya, usaha itu belum berhasil. Namun, kegagalan itu tak membuatnya menyerah. Ia memulai kembali dari nol dengan gerobak kecil di pinggir jalan Rey II Pulang Pisau. Tak disangka, justru dari tempat sederhana itulah keberuntungan datang. Sejak dibuka pada Mei 2025, Street Kopi Ponikem menjadi tempat nongkrong favorit bagi warga sekitar, terutama anak muda.
Makna Nama Kopi Ponikem
Nama “Ponikem” bukan sekadar nama dagang. Eko menuturkan, nama itu diambil dari nama sang nenek yang dulu berjualan es dawet dan selalu ramai. Ia ingin meneruskan semangat sang nenek dalam berdagang. Dalam bahasa Banjar, “Pun Ikam” berarti “punya kamu”. Filosofi itu menjadi dasar usahanya: kopi ini milik semua orang, tanpa memandang latar belakang.
Dengan konsep street coffee, Eko ingin menghadirkan tempat ngopi yang inklusif. “Banyak yang berpikir ngopi itu untuk kalangan tertentu. Saya ingin mengubah itu. Di sini, siapa pun bisa duduk dan menikmati kopi,” ujarnya. Menu andalan Street Kopi Ponikem antara lain Kopi Pon (Creamy) yang lembut dan manis, serta Kopi Ikem (Aren) yang khas dengan aroma gula arennya. Semua disajikan manual tanpa mesin, dengan harga terjangkau, hanya Rp10.000–Rp12.000 per gelas.
Bagi Eko, kedai ini bukan sekadar tempat berjualan, tetapi ruang berbagi cerita dan ilmu. Banyak pelanggan datang bukan hanya untuk membeli kopi, melainkan untuk berbincang tentang kehidupan atau belajar meracik kopi. “Saya terbuka untuk siapa pun. Ilmu itu untuk dibagi,” tuturnya. Keakraban antara penjual dan pelanggan menjadi ciri khas Street Kopi Ponikem yang membuat suasananya terasa seperti rumah kedua.
Tantangan dan Inovasi
![]() |
| Lampu-lampu kuning temaram, cita rasa kopi aren membuat Street Kopi Ponikem terasa seperti rumah kedua bagi siapa pun yang singgah. (Foto: Andika/Possindo) |
Meski menghadapi berbagai tantangan, terutama cuaca yang tak menentu, Eko dan timnya tetap bersemangat. “Kopi itu soal konsistensi. Kalau mau bertahan, harus terus belajar dan jangan mudah menyerah,” ujarnya. Semangat itu menjadi bahan bakar utama dalam setiap langkah mereka, menjaga cita rasa dan pelayanan agar tetap memuaskan pelanggan.
Ke depan, Eko berharap bisa memiliki tempat tetap tanpa meninggalkan nuansa kaki lima yang hangat dan terbuka. Di senja Pulang Pisau, aroma kopi kembali tercium, mengiringi tawa pelanggan yang datang. Di sanalah, di antara riuh jalanan, secangkir kopi menjadi saksi semangat muda yang diracik dengan ketekunan dan cinta. (Andika)
Editor : Dedy
Grafis : Rohit
Tags
UMKM


