Nahdlatul Ulama (NU) Menolak Kebijakan Sekolah Lima Hari yang Membuat (full day school). Foto/unicef.org |
POSSINDO.COM, Nasional -Forum Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) tahun 2023 menolak kebijakan sekolah lima hari yang membuat jam sekolah bertambah hingga sore hari (full day school).
"Rekomendasi kami adalah tidak melaksanakan full day school yang
diterjemahkan dari lima hari kerja ini," kata Koordinator Komisi Bahtsul
Masail Qonuniyyah Abdul Ghaffar Rozin ketika membacakan hasil rekomendasi, di
Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/9).
Pria yang akrab disapa Gus Rozin ini menjelaskan ada alasan secara aspek
sosiologis dan yuridis mengapa NU menolak aturan lima hari sekolah tersebut.
Dari sisi alasan sosiologis, ia menilai kebijakan sekolah lima hari mengganggu
pengajaran pendidikan karakter dan pendidikan keagamaan. Pasalnya, kegiatan
keagamaan biasanya didapatkan anak-anak saat waktu sore selepas sekolah umum.
"Nahdlatul Ulama mempunyai sekian banyak madrasah diniyah dan TPQ yang
kemudian kalau full day school, lima hari sekolah dan sepanjang hari ini
dilaksanakan maka kemudian pendidikan karakter dan pendidikan keagamaan dasar
yang tawasuth i'tidal moderat akan tidak menjadi maksimal atau terancam,"
kata dia.
Sementara dari aspek yuridis, Gus Rozin menjelaskan sebetulnya sudah ada
Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang mencabut
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Lima Hari Kerja.
Permendikbud ini dicabut, lanjut dia, dikarenakan Perpres lebih tinggi
kedudukannya dan juga mutakhir regulasinya.
"PBNU pernah melakukan penolakan terhadap Permendikbud tentang hari
sekolah yang kemudian direvisi menjadi Perpres Nomor 87 tahun 2017 juga,"
katanya.
Gus Rozin mengatakan kebijakan penerapan lima hari sekolah bersandar pada
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam
Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN. Perpres itu mengatur Hari Kerja
disebutkan hanya terjadi pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat.
Namun, ia menilai aturan ini ditafsir secara liar lantaran kegiatan sekolah
dilaksanakan dalam waktu lima hari dengan durasi lebih panjang.
Sumber : cnnindonesia.com