Polisi ungkap kasus penipuan kripto. CNN
Indonesia/Patricia Diah |
POSSINDO.COM,
Nasional - Polri mengungkap kasus dugaan penipuan berkedok investasi mata uang
kripto atau cryptocurrency internasional. Sejauh ini, tercatat 90 orang menjadi
korban, dan jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah.
"Sampai
dengan saat ini jumlah korban mencapai 90 orang dan diperkirakan akan terus
bertambah," ujar Dittipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji
dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
Polri telah
menerima 13 laporan dari berbagai wilayah di Indonesia terkait kasus ini.
Kerugian yang dialami oleh para korban mencapai Rp 105 miliar.
"Berdasarkan korban, jumlah terbanyak terdapat di beberapa wilayah, antara
lain Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar," kata Himawan.
1. Polisi
Sita 67 Rekening
Sebanyak 67
rekening milik pelaku yang digunakan sebagai rekening penampungan uang telah
disita dan diblokir. "Penyidik telah melakukan pemblokiran dan penyitaan
uang dari 67 rekening bank yang diduga merupakan penampungan hasil kegiatan
sebesar Rp 1.532.583.568," ungkap Himawan.
Tiga warga
negara Indonesia (WNI) berinisial AN, MSD, dan WZ telah ditangkap dalam rentang
Februari hingga Maret 2025 dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
2. WN
Malaysia Terlibat
Kasus ini
juga melibatkan seorang warga negara Malaysia yang diduga berperan sebagai
pengendali sindikat. "Tersangka AN membantu pembuatan perusahaan dan
rekening nominee untuk digunakan dalam pencucian uang. Uang hasil kejahatan ini
dikendalikan oleh warga Malaysia," jelas Himawan.
Sementara
itu, tersangka MSD berperan dalam mencari korban dan membuat rekening. MSD
bergabung dalam sindikat ini sejak Oktober 2024 dan bekerja sama dengan seorang
warga Malaysia. Tersangka WZ, yang telah menjalankan aksinya sejak 2021,
bertugas mengoordinasikan pembuatan layer nominee kripto dan perusahaan
penerima uang dari korban di Medan.
Saat ini,
Polri telah menerbitkan status DPO bagi dua tersangka berinisial AW dan SR.
Pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menerbitkan
red notice terhadap tersangka warga negara Malaysia.
3. Gencar
Promosi Saham
Modus
penipuan ini diawali dengan iklan di Facebook terkait trading saham dan
investasi kripto. Korban yang tertarik kemudian diarahkan ke nomor WhatsApp pelaku.
"Diawali pada bulan September 2024, para korban melihat iklan di Facebook
tentang trading saham dan mata uang kripto, lalu diarahkan ke WhatsApp,"
ujar Himawan.
Dalam
percakapan WhatsApp, korban berinteraksi dengan seseorang yang mengaku sebagai
Profesor AS, yang menawarkan pelatihan trading saham dan kripto. Korban
kemudian dimasukkan ke dalam grup WhatsApp bersama mentor dan sekretaris bisnis
trading dengan platform JYPRX, SYIPC, dan LEEDSX.
Setiap
malam, korban diberikan materi belajar yang disampaikan oleh Profesor AS, yang
mengklaim mengetahui cara mendapatkan keuntungan dari trading saham dan kripto.
4. Korban
Dijanjikan Keuntungan
Para korban
dijanjikan keuntungan antara 30 hingga 200 persen setelah bergabung. Mereka
kemudian diminta untuk mentransfer dana ke rekening yang tertera di platform.
Namun, pada
Januari 2025, korban mulai menerima pesan dari pusat perdagangan JYPRX Global
yang menginformasikan adanya penangguhan sementara bagi pengguna di Indonesia.
Korban diminta membayar pajak dan biaya tambahan untuk dapat menarik dana
mereka.
Ketika
mencoba menarik uang, korban mendapati dana mereka tidak bisa kembali, sehingga
menyadari telah menjadi korban penipuan dan melaporkannya ke kepolisian.
5. Peran
Tersangka
Polisi
berhasil menangkap tiga tersangka yang terlibat dalam sindikat ini.
WZ,
ditangkap pada 9 Maret di Medan, berperan sebagai koordinator pembuatan layer
nominee kripto dan perusahaan penerima uang dari korban. WZ juga mengirim lebih
dari 500 ponsel yang telah terinstal aplikasi perbankan dan exchanger kripto ke
Malaysia.
MSD,
ditangkap pada 1 Maret di Pekanbaru, bertugas mencari identitas orang untuk
pembuatan akun exchanger dan rekening bank di Medan dengan imbalan Rp 200-250
ribu per bank.
AN,
ditangkap pada 20 Februari di Tangerang, membantu pembuatan perusahaan dan
rekening nominee untuk pencucian uang.
"Tersangka
AN bekerja sejak Oktober 2024 atas perintah tersangka AW dan SR yang saat ini
telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO)," tutup Himawan.
Sumber : detiknews.com