WTO Peringatkan Dampak Perang Tarif: Perdagangan Global Terancam Memburuk

ILUSTRASI. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) secara drastis memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan barang global untuk tahun 2025. REUTERS/Denis Balibouse/File Photo

  

POSSINDO.COM, Ekonomi – Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan pada Rabu, 16 April 2025, bahwa prospek perdagangan global telah memburuk secara tajam. Peringatan ini muncul di tengah meningkatnya tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Mengutip CNBC, Kamis (17/4/2025), laporan terbaru WTO yang bertajuk Global Trade Outlook and Statistics menyatakan bahwa lonjakan tarif dan ketidakpastian kebijakan perdagangan menjadi pemicu utama merosotnya prospek perdagangan global.

Berdasarkan tarif yang berlaku saat ini, termasuk penangguhan tarif timbal balik selama 90 hari, volume perdagangan dunia diperkirakan akan turun 0,2% pada 2025 sebelum mencatat pemulihan moderat sebesar 2,5% pada 2026. Penurunan ini diprediksi paling tajam terjadi di Amerika Utara, dengan ekspor yang diperkirakan anjlok hingga 12,6% pada 2026.

WTO juga memperingatkan risiko penurunan lebih dalam, termasuk diberlakukannya kembali tarif timbal balik dan meluasnya ketidakpastian kebijakan perdagangan. Dua faktor ini disebut dapat menyebabkan kontraksi perdagangan barang global hingga 1,5%, terutama berdampak pada negara-negara yang berorientasi ekspor dan kurang berkembang.

Padahal, pada 2024 perdagangan global mencatat kinerja positif. Perdagangan barang tumbuh 2,9%, sementara perdagangan jasa komersial meningkat sebesar 6,8%. Namun, perkiraan terbaru WTO menunjukkan penurunan 0,2% pada 2025, hampir 3 poin persentase lebih rendah dari skenario dasar yang memperkirakan kondisi tarif rendah.

“Risiko terhadap proyeksi ini mencakup pengaktifan kembali tarif timbal balik yang saat ini ditangguhkan oleh AS, serta penyebaran ketidakpastian kebijakan perdagangan yang lebih luas di luar hubungan bilateral AS,” tulis WTO.

Jika diterapkan, tarif timbal balik dapat memangkas pertumbuhan perdagangan barang global sebesar 0,6 poin persentase. Sementara penyebaran ketidakpastian perdagangan (Trade Policy Uncertainty/TPU) diperkirakan menurunkan 0,8 poin persentase lagi. Kombinasi keduanya akan menyebabkan penurunan hingga 1,5% dalam volume perdagangan barang global tahun depan.

Ketegangan memuncak setelah Presiden Trump pada awal April 2025 mengumumkan serangkaian tarif balasan atas impor dari lebih dari 180 negara. Tiongkok menjadi negara paling terdampak, dengan tarif impor dari AS yang kini secara efektif mencapai 145%. Sebagai balasan, Tiongkok mengenakan tarif hingga 125% atas produk asal Amerika Serikat.

Ekonom WTO, Ralph Ossa, menilai tarif antara AS dan Tiongkok kemungkinan akan menyebabkan "kontraksi drastis" dalam perdagangan bilateral kedua negara. Ia menyebutkan bahwa gejolak pasar yang terjadi setelah pengumuman tarif membuat Trump menunda penerapan tarif penuh. Dalam pengumuman terbaru, tarif atas impor dari sebagian besar mitra dagang akan diturunkan menjadi 10% selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi.

Dalam laporannya, WTO juga mencatat bahwa dampak perubahan kebijakan perdagangan ini akan sangat bervariasi antar wilayah. Amerika Utara kini diperkirakan menyumbang penurunan sebesar 1,7 poin persentase terhadap perdagangan barang global pada 2025, menjadikan kontribusinya negatif. Sebaliknya, Asia dan Eropa masih menyumbang kontribusi positif, meski lebih rendah dari skenario awal, dengan kontribusi Asia turun menjadi 0,6 poin persentase.

WTO juga memperingatkan bahwa gangguan perdagangan AS-Tiongkok akan memicu pengalihan perdagangan yang signifikan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran di pasar negara ketiga akibat meningkatnya persaingan dari produk-produk Tiongkok.

Ekspor barang dagangan Tiongkok diperkirakan akan meningkat 4% hingga 9% di berbagai wilayah di luar Amerika Utara akibat pengalihan perdagangan. Sementara itu, impor AS dari Tiongkok diproyeksikan turun tajam di sektor tekstil, pakaian, dan peralatan listrik, membuka peluang bagi negara lain, termasuk negara-negara kurang berkembang, untuk mengisi celah pasar tersebut.

Ossa menyatakan bahwa banyak anggota WTO kini mengangkat isu pengalihan perdagangan sebagai perhatian utama. “Namun satu hal yang penting diingat adalah ini jalan dua arah. Misalnya, perusahaan-perusahaan Eropa yang ingin mengekspor mobil ke AS kini juga menghadapi tarif 25%. Mereka pun harus mencari pasar baru untuk produk-produknya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa penting bagi negara-negara anggota untuk mengelola dampak ini secara kooperatif guna menghindari eskalasi konflik perdagangan global.


Sumber : liputan6.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال