Komisi Yudisial Usulkan Sanksi untuk Hakim Agung Terkait Putusan Ronald Tannur

Jubir Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata saat konferensi pers di Gedung KY, Selasa, 20/5/2025. | Syahrul Baihaqi/ Forum Keadilan

POSSINDO.COM, Nasional – Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menjatuhkan sanksi terhadap seorang hakim agung yang menangani perkara kasasi pembunuhan dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31). Hakim tersebut dinilai telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyampaikan bahwa proses penanganan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik tersebut telah rampung, termasuk tahap pemeriksaan terhadap berbagai pihak yang relevan.

"KY telah menjadwalkan pemeriksaan untuk memperoleh bukti-bukti yang menguatkan adanya pelanggaran kode etik, dan hasilnya telah dibahas dalam pleno. Keputusannya: KY mengusulkan penjatuhan sanksi untuk ditindaklanjuti oleh MA," ujar Mukti dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/5).

Meski tidak menyebut identitas hakim secara langsung, Mukti menegaskan bahwa informasi tersebut akan disampaikan secara terbuka dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). "Kami tidak etis mengumumkan nama yang bersangkutan sebelum melalui mekanisme resmi seperti sidang MKH yang terbuka untuk publik," tambahnya.

Perkara yang dimaksud adalah kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29), yang menyeret nama Ronald Tannur sebagai terdakwa. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Ronald dari dakwaan. Namun, putusan tersebut dibatalkan oleh MA dalam perkara kasasi bernomor 1466/K/Pid/2024. MA kemudian menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Ronald.

Majelis kasasi terdiri dari Ketua Majelis Soesilo dan dua hakim anggota, Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Dalam putusan yang dibacakan pada 22 Oktober 2024, Soesilo menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), menyebut bahwa dakwaan terhadap Ronald tidak cukup membuktikan adanya mens rea atau niat jahat untuk melakukan pembunuhan, dan menyatakan bahwa putusan PN Surabaya sudah tepat.

Namun, kontroversi muncul. Pada November 2024, MA sempat menyatakan tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan majelis kasasi. “Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan pelanggaran KEPPH oleh majelis hakim perkara 1466/K/Pid/2024, sehingga kasus dinyatakan ditutup,” kata juru bicara MA, Yanto, saat itu.

Meski begitu, KY menegaskan tetap menindaklanjuti laporan masyarakat. Hasil terbaru dari proses investigasi internal KY kini menyimpulkan bahwa salah satu hakim agung memang terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan layak dikenai sanksi.


Sumber : cnnindonesia.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال