Aksi Kamisan Kalteng ke-71 Tolak RUU Polri dan Revisi KUHAP, Massa Soroti Represivitas Aparat

Aksi Kamisan oleh sejumlah massa di depan Tugu Soekarno dan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (10/7/2025) tadi.

POSSINDO.COM, PALANGKA RAYA – Aksi Kamisan Kalimantan Tengah kembali digelar untuk ke-71 kalinya di depan Tugu Soekarno dan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (10/7/2025) tadi. 

Aksi yang berlangsung damai ini mengangkat tema “Kinerja Dipertanyakan, Fungsi Ditambahkan: Tolak RUU Polri”. Massa aksi menegaskan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) yang dinilai berpotensi memperluas kewenangan aparat secara berlebihan dan menjadikan kepolisian sebagai lembaga “superbody”.

Salah satu peserta aksi, Gratsia Christopher alias Bung Gret, menyampaikan bahwa RUU Polri tidak menyelesaikan akar persoalan di institusi kepolisian.

“RUU Polri tidak menjawab persoalan mendasar di tubuh kepolisian seperti lemahnya penegakan hukum, pelayanan publik, dan pelanggaran hak asasi manusia. Sebaliknya, rancangan ini justru memberi celah bagi tindakan represif aparat, termasuk penyadapan, pemblokiran, dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi serta privasi warga,” tegasnya.

Dalam orasinya, Gratsia juga menyinggung kasus-kasus represivitas aparat, seperti insiden mobil dinas kepolisian yang menabrak seorang pelajar, serta tindakan kekerasan yang dialami oleh peserta aksi dari Aliansi Hitam Tanah Air Melawan.

“...bahkan tiga orang dari saksi kami sempat dipukuli karena terjadi kontak-kontakan... Mereka yang katanya selama ini menjadi penegak hukum, mengayomi dan melindungi masyarakat, tetapi melakukan tindakan-tindakan yang represif kepada masyarakat, apalagi kepada massa aksi,” ucapnya. Ia juga menyinggung laporan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengenai kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi.

Aksi ini juga memuat tuntutan terhadap sejumlah poin dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Amien Nudin mengungkap bahwa beberapa poin tuntutan terhadap revisi KUHAP dinilai krusial karena berdampak langsung pada perlindungan masyarakat sipil.

“Terutama pada poin ke-6 ketentuan tentang ganti kerugian, rehabilitasi, restitusi dan kompensasi,” jelasnya.

Ia juga menyoroti poin ke-8 tentang perlindungan saksi dan HAM, serta poin ke-4 yang menyangkut penguatan dan perluasan kewenangan praperadilan, termasuk mekanisme penetapan tersangka dan pemblokiran. Menurutnya, isu dwifungsi seperti yang pernah diterapkan pada TNI belum diterapkan secara penuh di kepolisian, namun pembahasan itu telah masuk dalam agenda DPR.

Sepuluh tuntutan terhadap revisi KUHAP yang disuarakan dalam aksi tersebut meliputi:

1. Penguatan hak tersangka, terdakwa, dan terpidana.

2. Penguatan hak saksi, korban, perempuan, dan penyandang disabilitas.

3. Penegasan pengaturan upaya paksa, termasuk penetapan tersangka dan pemblokiran.

4. Penguatan dan perluasan substansi praperadilan.

5. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.

6. Ketentuan tentang ganti kerugian, rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi.

7. Penguatan peran advokat dalam proses hukum.

8. Pengaturan mengenai saksi pengawasan dan perlindungan HAM.

9. Ketentuan pidana terhadap korporasi.

10. Penerapan sistem informasi peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi.

Aksi Kamisan Kalteng menjadi ruang konsisten bagi masyarakat sipil, mahasiswa, dan aktivis untuk menyuarakan isu-isu keadilan, dan hak asasi manusia. (Gd)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال