DPD GMNI Kalteng Mengecam Keras Kehadiran Polisi Jadi Dosen Tamu di FISIP UPR

Satria Bintang Erja Hamadani selaku Wakil Ketua Bidang Politik DPD GMNI Kalteng. Foto/ Gd

POSSINDO.COM, PALANGKA RAYA – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) Kalimantan Tengah melontarkan kecaman terhadap kehadiran aparat kepolisian sebagai dosen tamu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya.

Wakil Ketua Bidang Politik DPD GMNI Kalteng, Satria Bintang Erja Hamadani, menilai bahwa tindakan aparat tersebut tidak pantas dilakukan di ruang akademik. Menurutnya, kampus adalah wilayah otonom yang harus dijaga dari segala bentuk intervensi kekuasaan. Kehadiran aparat berseragam dengan pengawalan ketat di ruang kuliah dinilai mencederai independensi dunia pendidikan.

“Saya sangat mengecam keras peristiwa tersebut, menurut pandangan saya sudah melanggar norma etika dan moril. Saya tidak mempermasalahkan aparat kepolisian menjadi tenaga pendidik atau dosen karena tidak melanggar undang-undang dengan catatan harus berkompeten dan layak, tapi yang jadi masalah adalah ketika aparat mengajar mahasiswa dengan pakaian seragam lengkap dan pengawalan ketat,” ungkap Bintang.

Ia menambahkan bahwa kehadiran aparat berseragam di ruang kuliah juga berpotensi menekan kebebasan berpikir mahasiswa. Menurutnya, kampus harus menjadi ruang aman untuk berdiskusi dan menguji gagasan tanpa rasa takut. Dengan adanya aparat berseragam di depan kelas, situasi tersebut bisa berubah menjadi intimidatif bagi mahasiswa, khususnya mereka yang masih baru.

“Masuknya aparat kepolisian ke kampus juga berpotensi mematikan nalar kritis mahasiswa. Seperti yang kita tahu, mahasiswa adalah insan kritis dan akademis. Saya khawatir ketika ada mahasiswa yang bertanya dengan pemikiran tajam, namun melihat seragam dan baret yang digunakan aparat, mereka enggan bertanya. Apalagi yang menjadi audiens ketika itu adalah mahasiswa baru yang notabene masih meraba-raba,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bintang menegaskan agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi demi menjaga independensi kampus sebagai ruang kebebasan berpikir. Ia menekankan bahwa dunia akademik harus diisi oleh para pengajar yang memang memiliki latar belakang dan kompetensi akademis, bukan oleh aparat yang membawa simbol kekuasaan negara ke ruang kelas.

“Saya harap jangan ada lagi kejadian seperti ini ke depannya agar terciptanya lingkungan Universitas Palangka Raya yang inklusif dan menjadi wadah pemikiran kritis bagi seluruh mahasiswa, khususnya di FISIP. Terakhir yang saya tekankan adalah saya yakin dan percaya Kalimantan Tengah tidak kekurangan akademisi yang bisa mengisi materi saat menjadi dosen tamu,” tutupnya. (Gd)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال