Tersangka
kasus dugaan suap Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung
Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/2/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
POSSINDO.COM, Nasional - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menjalani sidang perdana kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OJ) terkait Harun Masiku di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, menyatakan pihaknya akan
menyimak pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum KPK. Meskipun tim hukum telah
mengidentifikasi sejumlah persoalan dalam dakwaan, keberatan tersebut akan
disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsi sesuai jadwal yang ditetapkan
majelis hakim.
"Hari ini tentu saja kita semua akan menyimak pembacaan
dakwaan oleh Penuntut Umum KPK. Meskipun kami telah mengidentifikasi sejumlah
persoalan mendasar pada dakwaan tersebut, namun sebagai penghormatan terhadap
pelaksanaan tugas Penuntut Umum KPK, hal tersebut baru akan kami persoalkan
secara sistematis pada nota keberatan atau eksepsi sesuai jadwal yang diberikan
Majelis Hakim," ujar Febri melalui pesan singkat, Jumat (14/3/2025).
Eks Juru Bicara KPK itu menegaskan bahwa tim penasihat hukum
akan menguji setiap tuduhan serta bukti yang diajukan dalam persidangan. Ia
juga berharap agar KPK tidak mengulangi tindakan yang dianggap melanggar aturan
selama penyidikan, sehingga persidangan dapat berlangsung secara adil dan
berimbang.
"Jika selama proses penyidikan terdapat banyak
pelanggaran aturan dan kesewenang-wenangan, maka kami berharap setelah perkara
ini dilimpahkan ke pengadilan, prosesnya dapat berjalan secara fair, berimbang,
dan independen," harap Febri.
Febri juga meminta agar persidangan berlangsung tanpa
intervensi dari pihak mana pun demi kepentingan edukasi publik.
Keberatan Tim Kuasa Hukum
Tim kuasa hukum menilai dakwaan terhadap Hasto mengandung
sejumlah kekeliruan dan menyimpang dari fakta hukum yang telah diputus
pengadilan. Febri menyebut bahwa setelah melakukan kajian mendalam, tim hukum
menemukan beberapa kesalahan, salah satunya terkait perolehan suara Nazarudin
Kiemas.
"Dakwaan menyebut Nazarudin Kiemas memperoleh 0 suara,
padahal faktanya ia mendapatkan suara terbanyak, yaitu 34.276 suara. Hal ini
menjadi dasar bagi PDIP untuk menggelar rapat pleno guna menentukan pengganti
almarhum Nazarudin Kiemas," ungkapnya.
Selain itu, dakwaan disebut mengandung tuduhan yang
bertentangan dengan fakta persidangan terkait dugaan pertemuan Hasto dengan
mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Febri menegaskan bahwa pertemuan yang
disebut dalam dakwaan berbeda dengan fakta yang telah terungkap di persidangan
sebelumnya.
"Dakwaan menuduh Hasto menemui Wahyu Setiawan dalam
kunjungan tidak resmi pada 31 Agustus 2019. Padahal, dalam persidangan dengan
terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, saksi di bawah sumpah
menegaskan bahwa pertemuan tersebut adalah bagian dari rekapitulasi suara yang
berlangsung pada April dan Mei 2019," jelas Febri.
Febri juga membantah tuduhan bahwa Hasto menerima laporan
dari Saeful Bahri dan menyetujui pemberian uang kepada Wahyu Setiawan.
Menurutnya, dalam persidangan sebelumnya, tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa Saeful Bahri melaporkan permintaan uang tersebut kepada Hasto.
"Kami juga ingin menegaskan bahwa tuduhan Hasto
memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqamah bertentangan
dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan
tersebut, sumber dana sebesar Rp400 juta berasal dari Harun Masiku, bukan dari
Hasto Kristiyanto," tegasnya.
Perbandingan dengan Putusan Pengadilan
Dalam dakwaan, Hasto disebut memberikan dana Rp. 400 juta
melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqamah. Namun, berdasarkan Putusan Pengadilan
Nomor 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst., yang mengadili terdakwa Saeful Bahri,
disebutkan bahwa dana tersebut berasal dari Harun Masiku.
Putusan itu menjelaskan bahwa Harun Masiku menitipkan uang
dalam sebuah tas kepada Kusnadi, yang kemudian menyerahkannya kepada Donny Tri
Istiqamah. Dana tersebut digunakan untuk keperluan operasional dengan rincian
Rp100 juta untuk kebutuhan operasional, Rp300 juta diserahkan kepada Saeful
Bahri di Metropole Megaria, serta Rp200 juta yang telah ditukarkan ke mata uang
dolar Singapura sebesar SGD 19.000 diserahkan kepada Wahyu Setiawan oleh
Agustiani Tio Fridelina.
Tim kuasa hukum menyoroti bahwa adanya ketidaksesuaian
antara dakwaan dan putusan pengadilan menunjukkan pencampuran fakta, opini,
bahkan imajinasi dalam dokumen yang disusun jaksa. Febri menilai hal ini
berbahaya karena dapat mengaburkan upaya pencarian kebenaran materiel.
Sebagai langkah hukum berikutnya, tim kuasa hukum berencana
untuk membedah satu per satu tuduhan yang dinilai keliru selama proses
persidangan berlangsung.
"Kami akan menghadapi proses ini dengan paradigma
berpikir yang menghormati forum pengadilan dan akan mengungkap setiap
kejanggalan dalam dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto," tutup Febri.
Sumber : liputan6.com