Pemerintah Siapkan RUU Pelaksanaan Hukuman Mati, Bahas Mekanisme dan Prosedur

Yusril Ihza Mahendra Menko Kumham (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan



POSSINDO.COM, Nasional – Pemerintah tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelaksanaan Hukuman Mati sebagai aturan turunan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan mulai diterapkan pada 2 Januari 2026.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyampaikan, penyusunan RUU ini merupakan bagian dari transisi Indonesia dari KUHP lama warisan Belanda menuju KUHP Nasional.

“Dalam KUHP Nasional ini, hukuman mati yang dijatuhkan tidak dapat langsung dilaksanakan,” kata Yusril saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, dalam ketentuan KUHP yang baru, terpidana mati akan menjalani masa tahanan selama 10 tahun terlebih dahulu. Selama masa tersebut, dilakukan evaluasi untuk menilai apakah yang bersangkutan menunjukkan penyesalan dan pertobatan atas perbuatannya.

Jika dinilai telah tobat, maka hukuman dapat diubah menjadi pidana seumur hidup. Ketentuan ini berlaku baik bagi warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang dijatuhi hukuman mati.

Yusril menegaskan, perubahan sistem hukum yang diatur dalam KUHP Nasional menjadi perhatian serius pemerintah, terutama bagi para terpidana mati yang telah divonis berdasarkan KUHP lama.

“Sebagai pemerintah, kami harus memikirkan bagaimana nasib terpidana mati berdasarkan KUHP Belanda yang sekarang sudah inkrah, dengan berlakunya KUHP Nasional tahun depan,” ujarnya.

Untuk memberikan kepastian hukum, RUU Pelaksanaan Hukuman Mati akan mengatur secara tegas dan terperinci mengenai pelaksanaan pidana tersebut.

Sebelumnya, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum dan HAM RI, Ramoti Samuel, menegaskan bahwa dalam KUHP baru, pidana mati tidak lagi dikategorikan sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus.

Dalam diskusi publik memperingati Hari Antihukuman Mati Internasional 2024, Ramoti menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP menyebut pidana mati sebagai bentuk pidana yang paling berat dan harus diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.

“Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif,” ujar Ramoti dalam diskusi yang diselenggarakan Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis (10/10/2024), bertema Hukuman Mati dan Pengaruhnya dalam Menciptakan Rasa Aman kepada Masyarakat.

Menurutnya, pidana mati menjadi pilihan terakhir dan diletakkan dalam pasal tersendiri, menegaskan bahwa hukuman ini bersifat sangat khusus. Selain itu, Pasal 68 ayat (3) KUHP membuka ruang besar untuk konversi pidana mati ke bentuk hukuman lain.

“Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana seumur hidup, atau dalam kasus pemberatan pidana atas tindak pidana dengan hukuman 15 tahun, maka pidana penjara dapat dijatuhkan hingga 20 tahun berturut-turut,” ujarnya.

Lebih lanjut, KUHP baru juga mengatur penundaan pelaksanaan pidana mati berdasarkan kriteria tertentu, sesuai Pasal 99 ayat (4). Penundaan diberikan kepada perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, serta orang yang mengalami gangguan jiwa.

 

Sumber : antaranews.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال