"Kongres XXII Diminta Hasilkan Pemimpin yang Tuntas secara Ideologis dan Organisatoris"
POSSINDO.COM, BANDUNG – Kongres XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) tahun 2025 menjadi momentum penting dalam menentukan arah perjuangan dan regenerasi kepemimpinan organisasi. Di tengah dinamika zaman dan tantangan internal pasca perpecahan Kongres Ambon 2019, GMNI dinilai membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapabilitas ideologis, organisatoris, serta keteguhan studi untuk menakhodai perahu besar perjuangan ini.
Lima tahun terakhir, GMNI berada dalam situasi yang disebut kritis, terutama sejak terjadinya dualisme kepemimpinan. Meski demikian, DPP GMNI di bawah Imanuel Cahyadi tetap eksis mempertahankan organisasi berdasarkan konstitusi yang berlaku. Namun derasnya arus perubahan zaman menuntut GMNI memiliki pemimpin yang memahami persoalan mutakhir dan mampu menyelesaikannya dengan integritas serta pemahaman mendalam terhadap AD/ART.
Salah satu isu yang mengemuka dalam Kongres XXII yang berlangsung di Bandung ialah pencalonan mantan Sekretaris Jenderal DPP GMNI 2019-2022 berinisial SS. Dukungan terhadap SS dari sejumlah DPD dan DPC pun mencuat di forum. Namun, persoalan legalitas keanggotaan SS menuai sorotan serius berdasarkan penelusuran terhadap AD/ART GMNI.
Dalam dokumen ART Bab I Pasal 6 tentang kehilangan keanggotaan, disebutkan bahwa anggota akan gugur apabila sudah tidak berstatus mahasiswa, kecuali memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 mengenai masa transisi setelah lulus. “3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan masa studinya, anggota masih diakui sebagai anggota biasa dengan batas usia 30 tahun kecuali melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan batas usia maksimum 35 tahun.”
Merujuk pada data PDDikti, SS tercatat sebagai mahasiswa Drop Out (DO) dari IAIN Ambon pada semester ganjil 2018/2019, sehingga tidak termasuk sebagai alumni atau mahasiswa aktif. Status keanggotaan SS sebagai anggota GMNI pun dinilai telah gugur sejak saat itu.
Selain itu, disebutkan bahwa SS baru kembali mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Bung Karno pada 2024, ketika usianya telah mencapai 30 tahun. Padahal, dalam ART GMNI Bab I Pasal 2 ayat (3), ditegaskan bahwa "umur maksimum calon anggota adalah 25 tahun sejak tanggal mendaftarkan diri."
Berdasarkan itu, pencalonan SS dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan dasar dalam AD/ART GMNI. Oleh karena itu, seruan pun disampaikan kepada seluruh DPD dan DPC agar menggunakan pertimbangan objektif dalam menentukan dukungan terhadap calon Ketua Umum GMNI periode mendatang. (Gd)
“Bung dan sarinah saudara se-ideologi se-Indonesia! GMNI adalah organisasi yang besar, bila kita umpamakan GMNI adalah perahu yang besar dan megah, maka GMNI perlu seorang nahkoda yang kompeten untuk membawa kapal megah ini berlayar menerjang ombak di lautan perjuangan bukan seorang nahkoda yang cacat secara pendidikan dan melanggar ketentuan AD/ART GMNI,” tegas pernyataan tersebut.
Lebih lanjut, diserukan agar para kader GMNI kembali kepada khitah perjuangan yang berpegang teguh pada konstitusi organisasi. “Mari bung dan sarinah kembali pada track organisasi yang benar yang sesuai dengan AD/ART GMNI Yang menjadi dasar adanya organisasi yang bernama GMNI ini,” tandasnya.
Dengan semangat restoratif, para kader diharapkan mampu melihat realitas secara bijak dan dewasa demi masa depan GMNI yang lebih solid dan relevan dalam menjawab tantangan zaman.
![]() |
Maulana Ketua GMNI Kalimantan Tengah. Foto/Gd |
POSSINDO.COM, BANDUNG – Kongres XXII Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) tahun 2025 menjadi momentum penting dalam menentukan arah perjuangan dan regenerasi kepemimpinan organisasi. Di tengah dinamika zaman dan tantangan internal pasca perpecahan Kongres Ambon 2019, GMNI dinilai membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapabilitas ideologis, organisatoris, serta keteguhan studi untuk menakhodai perahu besar perjuangan ini.
Lima tahun terakhir, GMNI berada dalam situasi yang disebut kritis, terutama sejak terjadinya dualisme kepemimpinan. Meski demikian, DPP GMNI di bawah Imanuel Cahyadi tetap eksis mempertahankan organisasi berdasarkan konstitusi yang berlaku. Namun derasnya arus perubahan zaman menuntut GMNI memiliki pemimpin yang memahami persoalan mutakhir dan mampu menyelesaikannya dengan integritas serta pemahaman mendalam terhadap AD/ART.
Salah satu isu yang mengemuka dalam Kongres XXII yang berlangsung di Bandung ialah pencalonan mantan Sekretaris Jenderal DPP GMNI 2019-2022 berinisial SS. Dukungan terhadap SS dari sejumlah DPD dan DPC pun mencuat di forum. Namun, persoalan legalitas keanggotaan SS menuai sorotan serius berdasarkan penelusuran terhadap AD/ART GMNI.
Dalam dokumen ART Bab I Pasal 6 tentang kehilangan keanggotaan, disebutkan bahwa anggota akan gugur apabila sudah tidak berstatus mahasiswa, kecuali memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 mengenai masa transisi setelah lulus. “3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan masa studinya, anggota masih diakui sebagai anggota biasa dengan batas usia 30 tahun kecuali melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan batas usia maksimum 35 tahun.”
Merujuk pada data PDDikti, SS tercatat sebagai mahasiswa Drop Out (DO) dari IAIN Ambon pada semester ganjil 2018/2019, sehingga tidak termasuk sebagai alumni atau mahasiswa aktif. Status keanggotaan SS sebagai anggota GMNI pun dinilai telah gugur sejak saat itu.
Selain itu, disebutkan bahwa SS baru kembali mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Bung Karno pada 2024, ketika usianya telah mencapai 30 tahun. Padahal, dalam ART GMNI Bab I Pasal 2 ayat (3), ditegaskan bahwa "umur maksimum calon anggota adalah 25 tahun sejak tanggal mendaftarkan diri."
Berdasarkan itu, pencalonan SS dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan dasar dalam AD/ART GMNI. Oleh karena itu, seruan pun disampaikan kepada seluruh DPD dan DPC agar menggunakan pertimbangan objektif dalam menentukan dukungan terhadap calon Ketua Umum GMNI periode mendatang. (Gd)
“Bung dan sarinah saudara se-ideologi se-Indonesia! GMNI adalah organisasi yang besar, bila kita umpamakan GMNI adalah perahu yang besar dan megah, maka GMNI perlu seorang nahkoda yang kompeten untuk membawa kapal megah ini berlayar menerjang ombak di lautan perjuangan bukan seorang nahkoda yang cacat secara pendidikan dan melanggar ketentuan AD/ART GMNI,” tegas pernyataan tersebut.
Lebih lanjut, diserukan agar para kader GMNI kembali kepada khitah perjuangan yang berpegang teguh pada konstitusi organisasi. “Mari bung dan sarinah kembali pada track organisasi yang benar yang sesuai dengan AD/ART GMNI Yang menjadi dasar adanya organisasi yang bernama GMNI ini,” tandasnya.
Dengan semangat restoratif, para kader diharapkan mampu melihat realitas secara bijak dan dewasa demi masa depan GMNI yang lebih solid dan relevan dalam menjawab tantangan zaman.
Tags
Kota Palangkaraya