|
Ilustrasi kilang minyak bumi di tengah laut.Foto/Shutterstock |
POSSINDO.COM, Ekonomi – Dua pakar energi global, Robert “Bob” McNally, CEO Rapidan Energy Group, dan Clayton Seigle, Senior Fellow sekaligus James R. Schlesinger Chair in Energy and Geopolitics di CSIS, menilai langkah OPEC+ yang memperlambat kenaikan produksi minyak sebagai strategi hati-hati untuk menjaga stabilitas pasar global.
Dalam wawancara eksklusif melalui Zoom di sela forum ADIPEC
2025 di Abu Dhabi, keduanya menilai keputusan OPEC+ akan memberi ruang positif
bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia.
McNally menegaskan, kenaikan produksi OPEC pada Agustus yang
mencapai hampir 500 ribu barel per hari sebenarnya adalah bentuk respons
terhadap dinamika pasokan global, bukan manuver politik harga.
“OPEC Plus sedang mencoba mempertahankan stabilitas di pasar
minyak global. Kenaikan kecil ini dilakukan dengan sangat hati-hati. Mereka
sadar pasar tidak bisa menyerap peningkatan besar tanpa menekan harga,”
ujarnya.
Ia menambahkan, bagi negara seperti Indonesia yang sensitif
terhadap harga impor minyak dan tekanan subsidi energi, langkah OPEC+ ini
justru membawa kepastian.
“Komitmen OPEC+
terhadap stabilitas harga minyak seharusnya menjadi kabar baik bagi negara
seperti Indonesia. Anggaran Indonesia sangat sensitif terhadap pergerakan harga
minyak dunia,” katanya.
Cenderung Turun
McNally memproyeksikan harga minyak global akan menurun
secara bertahap, seiring meningkatnya produksi dari negara non-OPEC seperti
Argentina, Brasil, Guyana, dan Amerika Serikat.
“Kapasitas pasokan meningkat lebih cepat dibanding
permintaan. Ini akan menimbulkan surplus yang menekan harga. Itu hal baik bagi
negara importir seperti Indonesia,” ungkap McNally.
Namun, ia tetap mengingatkan risiko geopolitik masih bisa
memicu volatilitas harga, terutama akibat sanksi terhadap Rusia dan Iran.
“Kita berharap tidak ada gangguan besar dalam pasokan. Presiden
AS — sama seperti Indonesia — tentu tidak ingin harga minyak naik terlalu
tinggi,” ujarnya.
Negosiasi Lebih Baik
Menanggapi situasi tersebut, McNally menyebut Pertamina
memiliki peluang memperluas sumber pasokan dan memanfaatkan dinamika baru di pasar
Asia.
“Refineri Asia kini beralih lebih banyak ke Timur Tengah —
ke Saudi Arabia, Irak, Kuwait, UEA — untuk menggantikan minyak Rusia dan Iran.
Jadi, posisi tawar mungkin belum meningkat, tapi ruang diversifikasi semakin
terbuka,” kata McNally.
Ia menilai strategi Indonesia menempatkan gas alam sebagai
bahan bakar transisi merupakan langkah yang realistis.
“Permintaan minyak dan gas masih akan tumbuh beberapa dekade
ke depan. Kebijakan Indonesia untuk menjaga peran LNG sambil memperkuat energi
bersih adalah langkah yang bijak,” tambahnya.
Sementara itu, Clayton Seigle dari CSIS menilai kebijakan
OPEC+ belakangan ini memberi kesempatan bagi pembeli minyak Asia untuk
mendapatkan harga yang lebih kompetitif.
“OPEC+ dalam beberapa bulan terakhir fokus mengejar pangsa
pasar, bukan mengontrol harga. Itu artinya harga cenderung turun, memberi
peluang bagi pembeli seperti Pertamina untuk mendapatkan harga terbaik,” ujar
Seigle.
Ia memprediksi harga minyak mungkin naik sedikit dalam
beberapa minggu ke depan akibat gangguan logistik dan sanksi baru Washington
terhadap perusahaan minyak Rusia Rosneft dan Lukoil.
Namun, menurutnya, tren jangka menengah tetap menuju
moderasi harga.
“Di awal tahun depan, suplai akan kembali meningkat. Ini
momen bagi Pertamina untuk membeli dengan harga yang lebih rendah,” katanya.
Seigle menekankan, gas kini bukan sekadar “energi jembatan”,
tetapi sudah menjadi komponen permanen dalam bauran energi global.
“Gas akan dibutuhkan untuk mendukung elektrifikasi,
pembangunan pabrik, bahkan pusat data kecerdasan artifisial. Gas bukan lagi
jembatan, tapi bagian inti dari masa depan energi,” tegasnya.
Ia menilai posisi geografis Indonesia memberi keuntungan kompetitif
di pasar LNG Asia.
“Indonesia punya keunggulan lokasi dibanding Qatar atau AS.
Strateginya jelas: jual LNG di harga tinggi, dan beli minyak mentah di harga
rendah untuk menyeimbangkan pasar domestik,” tutup Seigle. (H-2)
Sumber: mediaindonessia.com
