Tak Ingin Senasib dengan Huawei, Xiaomi hingga Vivo Pertimbangkan Tinggalkan Android

Ilustrasi yang menampilkan logo berbagai sistem operasi smartphone seperti Android, MagicOS, HyperOS, dan HarmonyOS yang saling bersaing

POSSINDO.COM, Ragam – Kenyataan pahit yang pernah dialami Huawei di era pemerintahan Donald Trump kembali menghantui industri ponsel pintar global. Ketika itu, kebijakan pembatasan dari Amerika Serikat (AS) melarang perusahaan-perusahaan domestik bekerja sama dengan Huawei, yang berujung pada hilangnya akses ke Google Play Store dan berbagai layanan Google. Dampaknya sangat besar bagi eksistensi global Huawei.

Kini, dengan potensi kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih serta meningkatnya tensi dagang antara AS dan China, kekhawatiran serupa mulai mencuat kembali. Beberapa sumber menyebut bahwa sejumlah produsen ponsel pintar asal China mulai bersikap waspada, dan diam-diam bersiap menghadapi skenario terburuk.

Nama-nama besar seperti Xiaomi, Oppo, vivo, hingga OnePlus disebut tengah menjajaki langkah antisipatif jika mereka suatu saat mengalami nasib serupa dengan Huawei. Laporan dari Gizchina pada Senin (5/5/2025) mengindikasikan bahwa mereka bahkan mempertimbangkan opsi membangun sistem operasi sendiri yang independen dari Google.

Pengalaman Huawei menjadi pelajaran penting. Saat menghadapi embargo, perusahaan itu tidak menyerah begitu saja. Mereka mengembangkan ekosistem mandiri melalui HarmonyOS, yang kini telah bertransformasi menjadi sistem operasi yang benar-benar berdiri sendiri dan tak lagi kompatibel dengan aplikasi Android. Langkah ini dianggap signifikan dan bahkan memicu spekulasi di kalangan pengamat industri.

Rumor terbaru menyebutkan bahwa Xiaomi, Oppo, vivo, dan OnePlus kini tengah mempertimbangkan penciptaan versi Android yang terlepas dari ekosistem Google. Salah satu opsi yang santer dibicarakan adalah pemanfaatan HyperOS 3 milik Xiaomi sebagai fondasi awal untuk inisiatif tersebut.

Meski demikian, detail teknis mengenai kolaborasi ini masih belum terang. Belum diketahui apakah keempat merek ini akan membentuk aliansi terpadu atau sekadar berbagi komponen teknologi. Pertanyaan besar lainnya adalah peran Huawei—apakah mereka akan menjadi mitra, atau perusahaan-perusahaan ini akan mencari jalur pengembangan sendiri tanpa melibatkan teknologi seperti Ark Compiler atau Petal Maps milik Huawei.

Dari sisi pangsa pasar, posisi perusahaan-perusahaan ini sangat kuat. Data awal tahun menunjukkan bahwa Xiaomi memimpin pasar ponsel di China, disusul oleh Huawei, Oppo, dan vivo. Secara kumulatif, keempat merek ini menguasai sekitar dua pertiga pengiriman ponsel di Tiongkok—angka yang sangat signifikan.

Meski Huawei mengalami penurunan jangkauan global akibat embargo, Xiaomi, vivo, dan Oppo tetap bertahan di lima besar produsen ponsel global, dengan jutaan unit terjual setiap tahunnya di berbagai negara.

Jika pada akhirnya mereka memasarkan ponsel secara global tanpa dukungan Google, hal ini bisa menjadi guncangan besar dalam industri. Tidak sekadar riak kecil, tetapi potensi perubahan besar dalam preferensi konsumen secara global.

Situasi ini layak untuk terus dipantau. Apakah dunia sedang menuju era baru dengan lebih dari dua platform sistem operasi dominan? Atau, semua ini hanyalah strategi berjaga-jaga yang takkan membuahkan perubahan besar? Hanya waktu yang akan menjawabnya.


Sumber : liputan6.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال